Pragmatisme
21:18
Pada jaman sekarang yang penuh dengan kebohongan, sudah sewajarnya memiliki sikap skeptis. Sayangnya, sikap skeptis seringkali dikonotasikan negatif. Padahal skeptis adalah sikap selalu bertanya sehingga dapat melihat dari berbagai sudut pandang dan tidak mudah dibohongi. Apa yang dilihat sekarang ini banyak yang tidak nyata dan berujung pada pragmatisme.
Pragmatisme sendiri adalah keadaan dimana pembenaran dilakukan dengan pembuktian diri sebagai benar secara praktis. Tentu hal ini tidak objektif dan mengingatkan kita kepada hukum rimba, dimana yang berkuasa lah yang menang. Pragmatisme mematikan kebenaran empiris (teori korespondensi) dan kebenaran logis (teori koherensi). Semuanya dibuat massal, wujud ketidakberdayaan dan perlindungan dari orang-orang yang merasa superior padahal tidak.
Media mengendalikan sebagian besar massa. Apakah isi dari media itu dapat dipertanggung jawabkan? Atau hanya digunakan untuk mengubah opini dan menyetir persepsi massa? Tidak heran jika ada yang disebut dengan tren, penyamarataan. Padahal setiap individu tentu memiliki pemikiran masing-masing, tapi mereka senang-senang saja dengan keadaan ini. Menyengsarakan tapi malah dipuja.
Maka manusia-manusia yang sebenarnya, yang asli, yang masih mau mengikuti kata hati, malah menjadi kaum minoritas. Jika keadaan ini terus berlanjut sudah tentu masyarakat akan menjadi banal. Yang terjadi adalah keterlalubiasaan, kedangkalan, dan kesia-siaan.
Terinspirasi dari diskusi "Kultur Indonesia Kontemporer" oleh Garin Nugroho
Tulisan adalah deskripsi dari karya
Pragmatisme
Aulia Ardista
Kolase digital
21 x 29,7 cm
2012
0 comments