Bandung dalam Jejaring Kota Kreatif UNESCO: Apa Artinya?
14:20
Pada tanggal 11 Desember 2015, UNESCO mengeluarkan rilis pers yang mengumumkan bahwa 47 kota dari 33 negara bergabung dalam Jejaring Kota Kreatif UNESCO (UNESCO Creative Cities Network / UCCN), dalam 7 bidang kreatif, yaitu Kriya dan Seni Rakyat, Desain, Film, Gastronomi, Sastra, Media Arts dan Musik. Dalam rilis ini, Bandung diumumkan sebagai salah satu kota yang masuk dalam jejaring tersebut, dalam bidang Desain. Bandung adalah kota kedua di Indonesia yang masuk dalam jejaring ini, setelah Pekalongan di tahun sebelumnya, dalam bidang Kriya dan Seni Rakyat.
Namun, apakah artinya bagi Bandung untuk bergabung dalam UCCN ini? Bagaimana implikasinya di masa mendatang, terutama bagi warga dan Kota Bandung itu sendiri? Selaku Ketua Tim Dossier Kota Bandung untuk UCCN, berikut ini saya ulas secara umum berbagai hal seputar pertanyaan tersebut, yang juga menjadi bagian dari pertanggung-jawaban tim ini terhadap seluruh warga Bandung.
AWAL PENGAJUAN BANDUNG
Pada tahun 2012, Wali Kota Bandung menerbitkan Surat Perintah (SP) yang berisi beberapa nama personel, baik dari Pemerintah Kota maupun profesional, akademisi, dan komunitas, sebagai tim persiapan pengajuan Kota Bandung untuk bergabung dalam UCCN. Pada masa itu, Bandung merupakan salah satu kota yang dipilih oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), bersama kota-kota lain (Yogyakarta, Denpasar, Surakarta, dan Pekalongan), setelah Kemenparekraf mendapatkan undangan dari UNESCO agar mengajukan beberapa kota di Indonesia untuk bergabung di jejaring tersebut. Sejak adanya SP itulah tim pengajuan dossier Bandung untuk UNESCO mulai melaksanakan tugasnya, dengan penggerak utama Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bandung yang berkoordinasi langsung dengan Kemenparekraf.
Di tahap awal ini, dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan berbagai unsur masyarakat Bandung untuk menentukan bidang kreatif bagi Kota Bandung dari 7 (tujuh) kategori yang terdapat di UCCN. FGD juga dilakukan oleh tim dossier untuk mendapatkan informasi mengenai tahapan dan prosedur pengajuan dokumen ke UNESCO, dan juga untuk mempelajari berbagai proposal dari kota-kota dunia lain yang telah berhasil bergabung dalam UCCN. Pada masa itu, pengajuan dilakukan dalam bentuk dokumen yang berisi data dan informasi mengenai potensi kreatif sebuah kota, dengan butir-butir yang telah ditentukan oleh UNESCO, meskipun format dokumennya dibebaskan pada masing-masing kota yang mengajukan.
FGD di tahap awal ini menghasilkan kesepakatan bahwa Bandung memilih bidang Desain sebagai potensi kreatif utamanya, dengan pertimbangan kelengkapan variabel data yang ditentukan oleh UNESCO, yaitu antara lain: sejarah terbentuknya keunggulan bidang kreatif tersebut di Kota Bandung, adanya institusi pendidikan / perguruan tinggi dalam bidang tersebut, termasuk adanya para ahli, publikasi, dan event rutin dalam bidang tersebut dari skala lokal hingga internasional, potret industri dan perdagangan yang dapat menjadi daya dukung bidang kreatif tersebut di Kota Bandung, hingga komitmen dan dukungan finansial dari berbagai pihak dalam bidang tersebut. Dengan adanya pertimbangan ini, Desain menjadi bidang kreatif yang terpilih untuk Kota Bandung karena kelengkapan berbagai atribut tersebut, meskipun Bandung juga menjadi kota yang unggul dalam bidang Musik dan Gastronomi.
Tim dossier juga menentukan format dokumen yang akan diserahkan ke UNESCO, yaitu berupa proposal yang didominasi oleh visualisasi data. Tim dossier pada masa awal inilah yang merumuskan ketiga potensi utama Bandung, yaitu People, Place, Ideas, yang masing-masing irisannya menelurkan potensi kewirausahaan, peluang bisnis, inovasi sosial, dan seterusnya.
Dalam prosesnya, bersama dengan tim-tim dossier dari kota-kota lain di Indonesia yang juga dipilih untuk mengajukan diri untuk bergabung dalam UCCN, tim dossier Bandung melakukan tahap-tahap koordinasi, presentasi, dan evaluasi dengan Kemenparekraf. Kelengkapan data, yang menjadi tantangan utama dalam memenuhi persyaratan pengajuan, diupayakan oleh tim dossier yang melakukan persiapan proposal UCCN dengan sumber daya sangat terbatas, sehingga sebagian besar mengandalkan data sekunder dari Pemerintah Kota Bandung, perguruan tinggi, maupun pelaku industri kreatif dalam bidang Desain. Setelah melalui berbagai tahap tersebut, dokumen pengajuan Bandung untuk UCCN versi pertama dikirimkan ke UNESCO melalui Kemenparekraf pada tahun 2012.
Melalui berbagai upaya ini, Bandung berhasil mendapat pengakuan sebagai Kota Kreatif Nasional dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Direktorat Jenderal Pengembangan Pariwisata melalui SK no.25/Kep/DPDP/III/2013 pada tanggal 26 Maret 2013.
PERUBAHAN PADA SISTEM PENERIMAAN UCCN
Pada masa pengajuan awal tersebut, UNESCO tidak menetapkan tenggat waktu penyerahan proposal, sehingga kota-kota yang telah diseleksi oleh negara masing-masing dapat menyerahkan proposalnya kapan pun. Hal ini berarti pula bahwa UNESCO tidak menetapkan tenggat waktu di mana mereka akan menetapkan kota-kota yang bergabung dalam UCCN. Setelah selang beberapa lama, tim dossier Bandung menanyakan kelanjutan proposal yang telah diajukan, sehingga akhirnya mendapat informasi bahwa UNESCO sedang merombak sistem penerimaan pengajuan UCCN, yang dibuat lebih sistematis, dan tidak lagi dilakukan secara top-down atau melalui pemerintah pusat, namun tiap kota dapat langsung mengajukan diri.
Persyaratan pengajuan UCCN pun berubah, dari penyerahan dokumen yang tercetak dengan format bebas, menjadi pengisian sebuah formulir online dengan pembatasan jumlah huruf yang sangat ketat pada kolom jawabannya. Namun demikian, struktur dokumen pengajuan UCCN masih mengikuti alur yang telah disusun sebelumnya di proposal versi awal, dengan konten yang telah diperbaharui sesuai update data dari berbagai pihak yang membantu dalam pengumpulan dan analisa data primer, seperti LPPM UNPAD, Common Room, Komite Ekonomi Kreatif Kota Bandung, mahasiswa Fakultas Ekonomi UNPAD, dan asosiasi profesi dalam berbagai bidang Desain di Bandung.
Pada masa transisi ini, terjadi pula perubahan dalam struktur pemerintahan di Indonesia, dan juga di Kota Bandung pada khususnya. Kemenparekraf tidak lagi menjadi pengampu pengajuan kota-kota dari Indonesia, sehingga, di skala kota, Disbudpar pun tidak lagi menjadi penggerak utama proses pengajuan Bandung untuk UCCN. Dengan jumlah dan komposisi anggota yang telah dimodifikasi untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan baru dari UNESCO, tim dossier Bandung untuk UCCN tetap berupaya memperbaiki proposal dan melengkapi data, dengan Bagian Perekonomian Kota Bandung sebagai pengampu atas nama Pemerintah Kota Bandung.
KOMITMEN BANDUNG SEBAGAI KOTA KREATIF DUNIA
Tantangan terbesar pada tahap lanjutan ini masih berupa kelengkapan data dan konsensus warga. Namun terjadi sedikit perubahan dalam variabel data yang menjadi syarat dari UNESCO. Dalam format isian formulir online ini, UNESCO mengedepankan hal-hal seperti: adanya kolaborasi antara berbagai unsur seperti pemerintah, komunitas, (desainer) profesional, dan akademisi; tersedianya ruang-ruang publik yang didedikasikan untuk bidang Desain; terjadinya kolaborasi antara bidang Desain dengan ke-6 bidang lain dalam UCCN, dari skala lokal hingga internasional; terjadinya pengembangan kapasitas baik kaum profesional maupun masyarakat umum dalam bidang Desain; adanya jejaring antara Bandung dengan kota-kota lain, baik di Indonesia maupun di dunia, dalam bidang Desain; dan seterusnya.
Hal yang juga mendapat poin besar dalam pengisian formulir ini antara lain adalah rencana strategis untuk menjaga dan mengembangkan kota melalui Desain bila tergabung dalam UCCN, dan bentuk komitmen dan kolaborasi dengan kota-kota lain yang ada dalam UCCN, baik dalam bidang Desain maupun bidang-bidang lainnya.
Dalam pengajuan versi final ini, Bandung menyatakan rencana kontribusinya bagi UCCN, yang selaras dengan berbagai program yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bandung untuk mengembangkan potensi kreativitas warga dan infrastruktur kreatif di Kota Bandung, sebagai berikut:
1. Program / inisiatif lokal: Mendirikan Bandung Creative Center (BCC) yang dapat menjadi pusat aktivitas kegiatan dan bisnis kreatif di Kota Bandung, mendirikan Simpul Kreatif di tiap kecamatan yang dikelola oleh Karang Taruna sebagai penguatan kreativitas di kalangan pemuda, dan dukungan sumber daya finansial dalam bentuk kebijakan seperti Kredit Melati dan PIPPK.
2. Program / inisiatif yang melibatkan kota-kota lain dalam UCCN, terutama dalam bidang Desain. di mana Bandung mengajukan tahapan Connect - Collaborate - Commerce: membangun hubungan dengan sesama kota kreatif dalam UCCN melalui penentuan sebuah ruang publik (seperti taman kota) dan aktivasinya yang didedikasikan untuk UCCN; berkolaborasi melalui event dan pertukaran informasi dan tenaga ahli, terutama antar perguruan tinggi; dan mengembangkan Little Bandung sebagai salah satu jalur promosi dan komersial bagi berbagai produk kreatif, baik dari Bandung maupun kota-kota UCCN lain dalam bidang Desain.
3. Komitmen dukungan pendanaan untuk mewujudkan berbagai rencana tersebut.
4. Realisasi berbagai rencana tersebut melalui Pemerintah Kota Bandung untuk program-program yang bersifat top-down; melalui Komite Ekonomi Kreatif Kota Bandung yang terdiri dari SKPD, kaum profesional dan akademisi, yang akan mengawasi, memoderasi, dan menghubungkan pihak-pihak terkait dalam program-program tersebut; melalui komunitas dan LSM sebagai penggerak program-program tersebut, terutama di tingkat akar rumput; dan melalui pusat-pusat penelitian dan institusi akademik untuk seluruh penelitian mengenai ekosistem ekonomi kreatif.
5. Rencana sosialisasi tergabungnya Bandung dalam UCCN, baik secara offline maupun online, berupa penguatan co-branding antara UCCN dan Bandung, dalam bentuk signage, publikasi, website, dll.
BANDUNG DALAM JEJARING KOTA KREATIF UNESCO
Disetujuinya pengajuan Bandung untuk bergabung dalam UCCN menjadi tanda bahwa Bandung layak dipertimbangkan sebagai salah satu kota kreatif kelas dunia, terutama dalam bidang Desain. Namun hal ini juga menuntut komitmen besar dari Pemerintah Kota Bandung dan seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan rencana strategis yang diajukan dalam proposal UCCN. Tantangan pertama, yaitu tembusnya Kota Bandung dalam mendapatkan pengakuan sebagai kota kreatif dunia, telah dituntaskan. Mari kita hadapi tantangan berikutnya, yaitu menjalankan komitmen dan mewujudkan berbagai program tersebut, dengan penuh semangat dan dedikasi, sebab hal ini kita lakukan bersama bukanlah demi mempertahankan predikat UCCN belaka, namun juga sebagai bukti bahwa kesejahteraan warga dan pengembangan Kota Bandung dapat terbangun berkat potensi kreatif dan daya kolaborasi seluruh unsur warganya.
Sebagai penutup, berhasilnya Bandung menjadi anggota UCCN ini juga didedikasikan untuk alm. Ahmad Rida (Tata) Soemardi, sebagai inisiator awal pengajuan Bandung untuk masuk ke dalam Jejaring Kota Kreatif UNESCO, yang telah mendiskusikan hal ini sejak tahun 2011 dan turut merumuskan proposal awal pengajuan Bandung untuk UCCN; juga untuk alm. Irvan Noe’man yang telah mewarnai dunia Desain di Bandung dengan terus menerus menginspirasi, membuka jalan dan jejaring bagi desainer pemula, dan selalu mendorong potensi kreativitas Bandung untuk dapat tampil mendunia.
Penulis
Tubagus Fiki C. Satari
Ketua Tim Dossier Bandung untuk UCCN & Ketua Bandung Creative City Forum
Sumber Tulisan
https://www.facebook.com/fiki.satari/posts/10206337225612891
0 comments